Ayakayakwaee....Ahli Hukum Islam: Larangan Duduk...

JAKARTA - Aturan mengenai larangan duduk kangkang di atas sepeda motor bagi perempuan di Aceh bisa Baca Lagi ...

Belatung di Kemaluan Gadis 11 Tahun Ini Awalnya...

JAKARTA - Gadis berinisial R (11) terbaring lemah tak sadarkan diri di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Baca Lagi ...

Densus Tembak Mati 2 Terduga Teroris Sebelum Jumatan

MAKASSAR - Polisi dari Detasemen Khusus Antiteror 88 Mabes Polri menembak mati dua terduga teroris yang Baca Lagi ...

Astaga! Pakaian Dalam Bergelantungan di Lift Apartemen...

Singapura - Penghuni apartemen di Singapura dikejutkan oleh keberadaan sejumlah pakaian dalam misterius di Baca Lagi ...

Ahok Soal Pelat B 2 DKI: Kalau Sudah Dipakai Orang...

Jakarta - Wagub DKI Basuki T Purnama mengeluhkan soal nopol B 2 DKI yang bukan milik Pemprov. Nopol itu Baca Lagi ...

Kamis, 24 Maret 2011

DRI Ingin Kudeta SBY?. DRI "Nyata atau Ilusi"?

Kamis, 24/03/2011 14:41

Dewan Revolusi Islam Bentuk Kekecewaan Rakyat


JAKARTA - Pengamat Politik dari Universitas Paramadina Gun Gun Heryanto menilai Dewan Revolusi Islam (DRI) merupakan bentuk kekecewaan masyarakat kepada pemerintah yang tak tegas dalam menjalankan roda pemerintahan.

"Itu bagian dari tekanan atas sikap pemerintah. Bisa juga karena kekecewaan," ujar Gun Gun saat berbincang dengan okezone, Rabu (23/3/2011) malam.

Menurut Gun Gun, upaya demikian tidak memberikan solusi justru akan melahirkan masalah baru. Pasalnya, hal ini dapat menjadi pemicu kekerasan lantaran menggunakan kata Islam di akhir kata Dewan Revolusi.

Penggunaan kata Islam, lanjut Gun Gun, memberikan kesan ekslusivisme, karena selama ini tindak kekerasan identik ketika menggunakan nama-nama seperti itu kendati tak dimaksudkan demikian oleh para pendirinya.

Selain itu, munculnya Dewan Revolusi Islam (DRI), lanjut Gun Gun masih terkait dengan dinamika politik yang berkembang saat ini. "Tekanan atas pemerintah SBY ini akan kian eskalatif, di saat kepemimpinan SBY juga nampak tak tegas," tutupnya.

Maman Abdurrahman Ditunjuk Jadi Menteri DRI via SMS

BANDUNG - Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) Indonesia Maman Abdurrahman mengakui pernah mendapat kiriman pesan singkat yang menginformasikan jika dia ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan Dewan Revolusi Islam (DRI).

Hal itu diakui Maman saat dihubungi oleh okezone, Kamis (24/3/2011).

Pesan singkat itu diterimanya pada pertengahan 2010. Seingatnya, pesan singkat itu diterimanya menjelang Muktamar Persis.

"Tetapi saya tidak tanggapi SMS itu," tutur anggota Ulama Dunia Pembebasan Palestina ini.

"Saya juga tidak pernah membicarakan SMS itu selain sekarang," imbuhnya.

Kabinet Dewan Revolusi Indonesia diketahui dari postingan Sekjen Forum Umat Islam Muhammad Al Khaththath di jejaring sosial Multiply. Banyak tokoh-tokoh Islam berada dalam kabinet tersebut.

Berikut komposisi Dewan Revolusi Islam yang diumumkan Al Khaththath:

Dewan Fuqoha: KH Abu Bakar Baasyir, KH Makruf Amin, KH Abdur Rasyid AS, KH Syukran Makmun. KH Luthfi Basori Alwi, KH A Hamid Baidowi, KH Hasym Muzadi.

Kepala Negara: Habib Rizieq Sihab

Wakil Kepala Negara: Abu Jibril

Sejumlah Menteri:

Menhankam: Munarman SH
Menko Ekuin & BUMN: Hendri Saparini
Menkeu: Ichsanudin Noorsy
Menag: KH Cholil Ridwan
Mendiknas: KH Maman Abdurrahman
Men Perburuhan: Eggy Sujana
Menkes: Jose Rizal
Menpora: Alfian Tanjung
Men ESDM: Ahmad Daryoko
Mendagri: MS Kaban
Menlu: Ali Mochtar Ngabalin
Menkopolkam: Tyasno Sudarto
MenKebudayaan: Ridwan Saidi
Menkominfo: Aru Seif Asadullah
MenPDT: Ahmad Sumargono
Menkumham: Wirawan Adnan SH
Jaksa Agung: M Luthfie Hakim SH, MH

Ketua DPRS/MPRS: Din Samsuddin

Dewan Revolusi Tak Relevan, Maman Pilih NKRI


BANDUNG - Adanya wacana Dewan Revolusi Islam (DRI) dinilai Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) Indonesia, Maman Abdurrahman belum relevan. Pasalnya, situasi dan kondisi negara masih bisa diperbaiki melalui sistem yang ada.

Persis sebagai organisasi masyarakat yang dipimpinnya tetap dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Kita manfaatkan wahana yang ada sesuai perundang-undangan. Jangan ke arah revolusi yang nantinya coup d'etat (kudeta), akan kacau dan lama beresnya," ungkap Maman, saat dihubungi okezone, Kamis (24/3/2011).

Guru besar Universitas Islam Bandung ini menjelaskan, ada revolusi ada kudeta. Artinya, negara akan kacau dan keutuhan NKRI pasti terganggu.

Ini akan jadi kesempatan bagi beberapa kelompok separatis di Indonesia yang ingin merdeka. "Persis tetap memelihara warisan Muhammad Natsir dan lain-lain, NKRI ini," tandasnya.

Revolusi bisa dilakukan jika kondisi negara dipegang oleh penjahat besar (kufron dzihoro). Sedangkan kini, meski situasi politik sedang panas, teror bom di mana-mana, tetapi masih bisa diperbaiki melalui sistem demokrasi yang ada. Organisasi Islam bisa melakukan kritik dengan cara dialog kepada pemerintah, atau menyalurkan suaranya melalui pemilu.

"Meski saya sulit percaya 100 persen pada sistem ini, tetapi masih bisa diperbaiki dan digunakan. Belum saatnya sekarang revolusi," tegasnya.

Dia juga menilai, DRI bisa jadi bentuk perotes terhadap situasi negara saat ini yang tak kunjung membaik. Namun rencana revolusi DRI tampak tergesa-gesa, tak ada persiapan selain wacana. Maman sendiri mengaku pernah menerima pesan singkat (SMS) dari DRI. Dalam SMS ini, dia ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan DRI.

Mahfud MD Yakin Tak Ada Rencana Penggulingan SBY


JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD meyakini tidak ada rencana purnawirawan jenderal TNI untuk menggulingkan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Saya sampai hari ini sering berkumpul dengan mantan jenderal, tidak pernah satu pun mengajak tentang penggulingan. Tidak ada yang mengatakan itu," kata Mahfud di sela seminar nasional bertema pembangunan transportasi di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (24/3/2011).

Kendati begitu, Mahfud mengakui sejumlah purnawirawan TNI kecewa atas kinerja pemerintahan yang masih lamban dalam pengembangan program pro kesejahteraan rakyat.

"Tapi bagaimanapun sebagai purnawirawan mengamankan pemerintahan hingga 2014, itu clear," katanya.

Mahfud juga tidak mempercayai adanya Dewan Revolusi Islam (DRI). "Saya tidak percaya, itu kan dulu," tandasnya.

Isu Kabinet DRI Justru Perkuat Citra SBY


JAKARTA - Pembentukan Kabinet Dewan Revolusi Islam (DRI) setahun lalu, diklaim oleh Sekjen FUI Al Khaththath untuk mengantisipasi kekosongan pemerintahan.

Meski sepintas terkesan tidak serius, ide Al Khaththath itu harus diwaspadai sebagai upaya memperkuat dukungan bagi rezim saat ini.

Juru bicara Komite Bangkit Indonesia Adhie Massardi melihat bahwa isu yang dilemparkan Al Khaththath itu mirip dengan apa yang terjadi di Mesir. Kala itu, Presiden Husni Mubarak memerintahkan orang-orangnya untuk menjarah museum di Kairo.

Dari kejadian itu, opini yang diharapkan terbentuk adalah bahwa yang melakukan itu seolah-oleh kelompok Islam radikal.

“Dengan adanya DRI, berita aneh ini diharapkan bisa membuat seluruh masyarakat di dalam dan di luar negeri seolah-olah digiring untuk tetap mempertahankan SBY. Kelompok itu hanya untuk memperkuat citra,” kata Adhie ketika berbincang dengan okezone, Kamis (24/3/2011).

Munculnya susuna kabinet yang dipimpin oleh Habib Rizieq ini, kata Adhie, juga termasuk upaya untuk memecah kelompok-kelompok yang kritis terhadap pemerintah.

Purnawirawan Jenderal Kudeta SBY Gunakan DRI?


JAKARTA - Isu penggulingan pemerintahan SBY sebenarnya berpusat dari penyataan terbuka mantan KSAD Jenderal TNI Purn Tyasno Sudarto. Dia kecewa terhadap performa SBY yang sudah keluar dari sapta marga, sumpah prajurit, membuka faham neoliberal masuk, hingga membiarkan tindakan kekerasan terhadap Ahmadiyah.

Tyasno juga dituding ada di balik layar kasus kekerasan yang dilakukan kelompok Islam garis keras, dan merestui lahirnya Dewan Revolusi Islam (DRI) seperti dirilis media Aljazeera. Namun sejauh ini, belum ada bantahan dari Tyasno terkait tudingan-tudingan tersebut.

Pengamat intelijen Andi Wijayanto mengatakan ada tiga skenario untuk melengserkan SBY. Pertama, kudeta militer. Namun isu purnawirawan jenderal akan melakukan kudeta terhadap pemerintahan SBY-Boediono sangat kecil kemungkinan terjadi.

"Untuk melakukan kudeta harus dibutuhkan pasukan setingkat batalion yang dipimpin oleh kolonel. Dalam hal ini tidak ada purnawirawan jenderal yang memiliki akses untuk menggerakkan pasukan aktif. Saat ini Indonesia tidak seperti Libya yang terjadi pecah kekuatan di militer antara yang pro dan kontra-Khadafi," jelasnya kepada okezone, Kamis (24/3/2011).

Selain itu, kata Andi, SBY cukup berhasil membangun soliditas di kalangan militer karena selektif dalam melakukan konsolidasi.

Kedua, kudeta politik. Yakni, melalui proses pemakzulan atau impeachment melalui lembaga legislator. cara ini lagi-lagi para purnawirawan jenderal yang kecewa terhadap SBY tidak punya akses ke politik formal.

Ketiga, upaya impeachment sistematis dengan cara menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah. Hal itu dilakukan dengan menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam menangani konflik komunal, teror bom, dan lainnya.

"Saat ini memang terjadi upaya untuk menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Tapi saya tidak melihat ada upaya sistematis di sini. Baru secara beruntun yang melemahkan pemerintah. Ada rusuh Cikeusik, Temanggung, heboh Wikileaks, sampai, teror bom buku," papar Andi.

Dia menambahkan, gerakan pelemahan ini masih bersifat sporadis. Belum tampak ada individu atau kelompok yang mendalangi semua peristiwa tersebut.

Mengenai dugaan para purnawirawan jenderal berada di balik pendirian DRI yang siap menggantikan pemerintahan SBY-Boediono, Andi juga melihat masih terlalu jauh. "Kalau mereka tetap memegang sumpah prajurit, sapta marga, maka kecil kemungkinannya lakukan kudeta. Militer akan mempertahankan Indonesia tetap dalam bingkai NKRI dan Pancasila," imbuhnya.

Terkait isu kudeta ini, Menko Polhukam Djoko Suyanto pun menanggapinya datar. "Ya, aya aya wae lah, kita kan sudah mengembangkan demokrasi. Tahapan demokrasi sudah ditentukan dan itu diatur oleh undang-undang, kesepakatan kita dalam meneruskan tahapan demokrasi dengan DPR melalui platform politik."

Senada disampaikan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.“Tidak pernah ada laporan yang masuk bahwa ada perencanaan kudeta,” katanya. Purnomo juga membantah adanya anggapan bahwa Presiden SBY terlalu lemah dan terlalu reformis sehingga layak dikudeta.
“Itu tidak betul. Karena dalam menghadapi proses demokratisasi seperti ini ‘kan harus melihat jernih semua permasalahan. Tidak bisa digegabah begitu saja,” katanya.

Anggota Komisi Pertahanan DPR, Salim Mengga juga meragukan kabar rencana penggulingan SBY oleh sejumlah purnawirawan TNI. Purnawirawan berpangkat Mayjen ini bahkan menyebut penggulingan SBY hanya dongeng belaka. "Saya pikir di zaman sekarang ini purnawirawan lakukan kudeta hanya dongeng," ujar Salim.

Jubir Presiden: Laporan Intelijen, DRI Tak Eksis


JAKARTA - Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan isu purnawirawan jenderal yang akan melakukan kudeta bersama dengan kelompok Islam garis keras seperti diberitakan Aljazeera bukanlah ancaman yang mengkhawatirkan.

"Dari hasil data intelijen sampai sejauh ini paling tidak sampai 21 Maret lalu, tidak ada indikasi eksistensi yang nyata dari apa yang disebut sebagai kelompok yang menamakan diri akan membentuk DRI," kata Julian di Kantor Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (24/3/2011).

Oleh karena, itu laporan kepada Presiden pada 21 Maret lalu, tidak ada sesuatu yang serius, apalagi berbentuk ancaman nyata sebagaimana diberitakan media massa belakangan ini.

Oleh karena itu, kata Julian, yang penting untuk disampaikan adalah pemerintah tidak akan menanggapi isu tersebut. Sebab, dari laporan intelijen maupun yang telah diketahui istana beberapa tokoh atau nama-nama yang disusun dalam kabinet DRI telah membantahnya.

"Hari ini dan kemarin juga ada berita mengenai hal tersebut. Sehingga ini mendukung apa yang kami terima dari laporan intelijen bahwa memang tidak ada sesuatu yang serius di balik apa yang diberitakan itu," tuturnya.

Julian menambahkan isu pembentukan DRI pertama kali dinaikkan oleh surat kabar di luar yakni Aljazeera pada 21 Maret lalu. "Pada hari yang sama saya telah melaporkan pula kepada Bapak Presiden terkait isu yang diangkat oleh Aljazeera. Sebelumnya saya juga berkonsultasi dengan Menteri Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto dan menanyakan mengenai apa yang sesungguhnya terjadi dalam hal ini terkait dengan apa yang disebut dengan DRI," paparnya.

Menko Polhukum, ujar Julian, menjalaskan kepada dirinya bahwa memang ada indikasi yang telah terdeteksi kira-kira sepuluh hari sebelumnya, meskipun memang belum secara jelas disebut sebagai DRI.

Menkominfo: Berita Al-Jazeera Hanya Rumor


Jakarta: Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring menilai berita yang disiarkan oleh Al-Jazeera tentang isu kudeta hanya untuk mencari sensasi dan jangan dianggap serius karena itu hanya rumor.

"Kadang-kadang berita dibuat sensasi tapi faktanya tidak ada, menurut saya rumor," kata Tifatul kepada pers, di Istana Wapres Jakarta, Kamis (24/3).

Hal tersebut disampaikan usai mengikuti rapat internal yang dipimpin Wakil Presiden Boediono yang diikuti antara lain Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, serta Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.

Dikatakan Tifatul, yang namanya revolusi dan atau kudeta tentunya diberitakan setelah kejadian, bukan sebelum sebelum kejadian.

Dia juga mengatakan bahwa berita tersebut hanyalah sebuah analisa dan silahkan saja media tersebut melakukan analisa. "Silakan saja melakukan analisa tapi kenyataannya itu tidak terjadi, namanya juga berita analisa," kata Tifatul.

Ditanya apakah Pemerintah Indonesia akan melakukan protes terhadap pemberitaan itu, Tifatul mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa melakukan upaya itu."Selama tidak melanggar undang-undang yang berlaku di negara kita maka tidak bisa dilakukan proses hukum. Berita di dalam negeri saja banyak yang hanya analisa," katanya menambahkan.

Sejumlah purnawirawan jenderal bintang tiga disebut berada di balik gerakan anti-Ahmadiyah, serta kekerasan terhadap jemaatnya di Indonesia, demikian Al-Aljazeera pada Selasa (22/3).

Para jenderal tersebut diam-diam mendukung organisasi itu karena memiliki tujuan sama yakni menjatuhkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari kekuasaannya yang dinilai terlalu lemah dan reformasi.


Sumber : Okezone, Liputan6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar